Siapa yang tak suka mengobrol dengan orang yang gemar bercanda?
Masalahnya, selera humor seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Ini yang dikupas oleh pakar ilmu saraf kognitif bernama Scott Weems, yang menulis buku berjudul Ha! The Science of When We Laugh and Why.
Meski hewan juga bisa tertawa, manusia adalah makhluk yang paling banyak tertawa di muka bumi. Namun, besar atau kecil selera humor seseorang bergantung pada usia, gender, IQ, pilihan politik, karakter (ekstrovert versus introvert), bahkan kondisi kesehatan.
Karakter ekstrovert, misalnya, cenderung tertawa dan membuat lelucon lebih banyak.
Menurut Weems, tertawa sangat bagus bagi kondisi kesehatan kita, baik psikis maupun fisik. "Dengan tertawa, pembuluh darah kita mengendur, membuat sirkulasi darah semakin lancar. Penelitian juga membuktikan bahwa humor bisa meningkatkan kesehatan kita, memperbaiki hubungan kita dengan orang lain, bahkan membuat kita lebih pintar," tegasnya.
Ia lantas memaparkan sejumlah studi mengenai manfaat tawa. Satu studi yang dilakukan oleh James Rotton dari Florida International University, misalnya, mengungkap bahwa partisipan yang menonton film komedi setelah menjalani operasi membutuhkan pengobatan nyeri 25 persen lebih sedikit.
Studi lain menunjukkan bahwa menonton film komedi tiga kali lipat lebih efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan daripada sekedar beristirahat. Orang yang diminta membaca kumpulan lelucon dan menonton video yang dibintangi aktor komedi Robin Williams juga memperoleh hasil lebih bagus dalam tes kognitif.
Bagaimana kalau kita tergolong orang yang sulit tertawa? Weems memberi kabar baik: selera humor bisa diasah, misalnya dengan meningkatkan pemaparan Anda terhadap materi komedi atau bergaul dengan orang-orang yang humoris. Intinya, ingatlah bahwa tertawa itu sehat.
Seperti kata Wayne Dyer, "Mustahil bagi kita untuk marah dan tertawa pada waktu yang sama.
Marah dan tertawa sama-sama eksklusif, dan kita punya kuasa untuk memilih satu-satu.
Komentar