Nyaris satu jam, Mira asyik ngobrol di telepon. Remaja putri ini tampak larut dalam percakapan yang panjang dengan temannya. Dari belakang meja, ibu Mira tampak memperhatikannya. Ia tidak melarang anaknya yang tengah asyik bersahut-sahutan di udara.
Meski baru duduk di kelas enam SD, sebagaimana dituturkan ibunya, Mira tergolong senang bersuara. Putus ngobrol di telepon, ia lalu bercengkrama dengan kakak-kakaknya. Selain itu, di sekolahnya ia punya cukup partner buat ngegosip.
Lain halnya dengan Ranti. Remaja ini cenderung pendiam. Ia terhitung jarang menengok tetangga sebelahnya buat sekadar say hello. Juga terhadap teman-teman sebayanya. Telepon rumahnya pun sepi dari gelak tawa anak seusianya. Tidak seperti rekan-rekannya, ia kerap mengurung diri dan jarang terlihat bermain ‘kucing-kucingan’ dengan mereka.
Apa yang terjadi lima atau 10 tahun kemudian? Pengamatan terhadap dua orang tadi menunjukkan bahwa Mira nampak lebih cerdas dibanding Ranti. Mira memiliki keunggulan yang tidak dimiliki Ranti. Bagi yang pernah gaul dengan keduanya, perbedaan ini bisa langsung tertangkap. Yang terasa adalah Mira memiliki ketajaman pikiran yang lebih menonjol. Ia nampak cekatan dan ingatannya kuat.
Untuk sebagian orang ini menyisakan tanda tanya. Lantas, apa rahasianya? Jawabannya adalah ngobrol. Membiasakan ngobrol sejak kecil bisa berbuah otak yang cerdas dan kuat. Ini bukanlah omong kosong. Setidaknya, penelitian yang dilakukan para psikolog dari Universitas Michigan, AS, belum lama ini merujuk hal tersebut.
Para ahli menyimpulkan, bercakap-cakap dengan teman, kerabat, atau sering berkumpul bersama mereka, bisa meningkatkan fungsi otak di kemudian hari. Terutama, dalam kemampuannya mengingat. Hasil riset menunjukkan ngobrol dengan orang, layaknya ”senam” buat otak.
”Anda seperti sedang membaca buku atau bermain teka-teki silang ketika melakukan percakapan-percakapan panjang,” tandas para ahli. Artinya sewaktu ngobrol, otak bekerja sama gesitnya seperti saat memainkan sebuah game yang terhitung sulit. Sehingga seorang yang sering bergaul, berkomunikasi, bercakap-cakap, diyakini lebih tajam otaknya (cerdas) dan lebih kuat mengingat.
Hal ini terungkap dari sebuah penelitian yang digelar para psikolog dari Michigan baru-baru ini. Sedikitnya 3.617 orang dijadikan respoden. hingga lansia yang menginjak usia 96 tahun.
Para peneliti ingin mengupas isi pikiran mereka dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terhitung sederhana. Seperti, ”Berapa sering Anda ngobrol di telepon dengan kerabat atau kawan-kawan Anda.” Bagi anak muda, pertanyaannya serupa, seberapa sering Anda nongkrong bersama teman-teman.
Pewawancara melakukan ujian mental dan serangkaian tugas artitmatika guna menilai daya ingat dan pengenalan peserta. ”Seluruh kelompok usia, makin besar keterlibatan sosial peserta, makin rendah tingkat melemahnya daya pengenalan mereka dan makin baik daya ingatan mereka,” demikian kesimpulan penelitian itu.
Juga, responden yang terbiasa bergaul atau mengobrol menunjukkan kecerdasan yang lebih dibanding yang tidak. Mereka juga cepat mengingat dan kuat memorinya. Selain itu para responden yang gemar bertelepon-ria atau bersosialisasi juga menunjukkan mental yang lebih cekatan.
Apa yang melatar-belakangi penelusuran ini? Oscar Ybara, dari Universitas Michigan, Amerika Serikat, mengutarakannya. Secara ringkas, kata dia, penelusuran ini terkait dengan teori tentang otak manusia.
Menurut Ybara, otak manusia mampu berkembang pesat. Salah satu cara yang efektif adalah lewat persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan sosial. Tak bisa tidak, sambung Ybara, saat berhubungan dengan lingkungannya, seseorang bakal menemui seabrek persoalan. Oleh karenanya, ia mesti berlatih untuk menghadapinya. ”Buah dari latihan-latihan ini adalah kecemerlangan dalam fungsi mengingat otak dan ketajaman berfikir.
Ybara juga membuktikan temuannya di belahan bumi yang lain. Hasil pengamatannya terhadap 2.000 orang di Yaman, Bahrain, Mesir, Yordania dan Tunisia, merujuk pada kesimpulan serupa. ”Orang-orang yang lebih banyak bersosialisasi dengan lingkunganya menunjukkan gejala mental lebih kuat dan pikiran yang tajam dibanding yang tidak,” urainya.
Hasil studi terhadap orang-orang lanjut usia di wilayah tadi menghasilkan temuan yang mirip. Tercatat, para lansia ini tidak cepat pikun dan terhindar dari kerusakan ingatan, jika ia terbiasa mengobrol dan bersosialisasi sejak muda.
Sementara di tempat kerja, daripada mendorong karyawan agar terus-menerus menghadapi layar komputer dan menyelesaikan tugas mereka, para penyelia dapat mendorong mereka agar meluangkan cukup banyak waktu untuk bersosialisasi
***
Sumber: REPUBLIKA
Komentar