Tahukah Anda bahwa setengah juta anak tidak masuk sekolah setiap tahun karena sakit gigi? Di Indonesia, angka kerusakan gigi tak hanya tinggi pada orang dewasa, tapi juga anak-anak. Kita bisa lho, turut andil mengatasi masalah ini, yakni dengan menanamkan kesadaran akan kesehatan gigi pada si kecil.
Anak-anak suka makanan manis, dari permen, cokelat, es krim, sampai kue. Namun, kesenangan anak-anak pada makanan yang mengandung gula inilah yang menjadi pemicu kerusakan gigi paling umum. Saat konsumsi manis berlebihan tapi jarang dibersihkan, maka kerusakan gigi berupa karies atau gigi berlubang pun tak dapat dihindari.
Menurut California Dental Association (CDA), sebanyak 50 persen anak usia TK pernah sakit gigi, dan angka ini mencuat menjadi lebih dari 70 persen pada anak kelas 3 SD yang sakit gigi. CDA menegaskan bahwa 28 persen karies anak tidak dirawat, mengakibatkan karies semakin luas dan parah.
Bagaimana dengan negara kita? Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2013 mengingatkan bahwa prevalensi anak yang memiliki karies sebelum usia 5 tahun adalah 40 persen.
Masih berdasarkan data Riskesdas 2013, faktor penyebab karies pada anak karena orangtua belum menganggap penting kesehatan gigi anak. Mereka berpikir bahwa gigi sulung yang bermasalah nantinya akan diganti dengan gigi permanen. Sebenarnya, kesehatan gigi anak harus menjadi prioritas karena akan mempengaruhi kualitas hidup dan tumbuh kembang anak.
Karies menurunkan kualitas hidup anak. Selain membuat tidak nyaman, karies menyebabkan sakit dan gangguan makan, gangguan bicara, gangguan tidur, hingga gangguan belajar dan sekolah, serta mengganggu kepercayaan diri anak.
"Karies atau gigi berlubang memang menjadi masalah utama kesehatan gigi dan mulut di Indonesia," ungkap Drg. Felicia Melati Sp.KGA, dari Bamed Dental Care. "Berawal dari sakit saat mengunyah sehingga mempengaruhi asupan makanan pada anak dan berujung defisiensi nutrisi."
Lebih rinci, Drg. Ahmed Setia Bakti Sp.BM, Koordinator Bamed Dental Care memaparkan, berbagai macam risiko dan komplikasi dapat terjadi pada penanganan yang lambat pada masalah atau kerusakan gigi anak. Salah satunya adalah infeksi odontogenik. Infeksi yang berasal dari gigi ini dapat meluas dan menjadi berat, bahkan menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.
Kematian akibat infeksi pada sistem pengunyahan dan rongga mulut dapat terjadi karena respons peradangan akibat adanya infeksi pada tubuh atau karena tersumbatnya jalan napas yang diakibatkan pembengkakan pada dasar mulut yang dapat menyebabkan terangkatnya lidah serta obstruksi (sunbatan) akibat dari pembengkakan yang terjadi.
Kerusakan lain pada gigi anak adalah premature loss gigi susu yang diakibatkan proses karies yang tidak tertangani. Pada kondisi ini, risiko infeksi odontogenik juga dapat terjadi sehingga gigi susu harus tanggal sebelum waktunya.
Premature loss ini dapat menyebabkan maloklusi gigi dan berpengaruh secara tidak langsung terhadap fungsi pengunyahan, sehingga nutrisi berkurang dan pada akhirnya mengganggu proses tumbuh kembang anak.
Sementara itu, Drg. Imelda Maharani Sp.Ort., dari Bamed Dental Care, menjelaskan bahwa maloklusi merupakan keadaan yang menyimpang pada oklusi normal yang meliputi ketidakteraturan gigi geligi dalam lengkung rahang seperti gigi berjejal, protrusi, malposisi maupun hubungan yang tidak harmonis dengan gigi antagonisnya.
"Kasus-kasus seperti ini juga dapat dialami oleh anak-anak. Penyebabnya bisa dari faktor intrinsik dan ekstrinsik, dan salah satu penyebab faktor ekstrinsik adalah kebiasaan buruk pada anak yang dapat menyebabkan maloklusi di antaranya sering menghisap ibu jari, menjulurkan lidah, bernapas melalui mulut, menggigit kuku, dan mengisap bibir," papar Drg. Imelda.
Ada beragam cara penanganan ahli terhadap kerusakan gigi anak, bergantung pada masing-masing kasus.
Untuk karies, misalnya, perlu dilakukan penambalan jika terdapat lubang pada gigi anak. Semakin cepat dilakukan, semakin baik. "Karies kecil yang tidak dirawat akan bertambah besar dan dapat mencapai kamar pulpa, yaitu ruangan dalam gigi yang berisi jaringan saraf dan pembuluh darah," Drg. Felicia mengingatkan.
Jika hal tersebut terjadi, maka perawatannya tidak dapat langsung menambal gigi begitu saja, tapi perlu dilakukan perawatan saraf terlebih dahulu dan memerlukan beberapa kali kunjungan, tergantung dari kasusnya.
Setelah perawatan saraf selesai, barulah dilakukan penambalan untuk mengembalikan bentuk anatomi gigi yang berperan penting pada pengunyahan. Biasanya, diperlukan suatu teknik restorasi khusus pada gigi yang berlubang besar karena jaringan gigi yang hilang sudah banyak dan meluas.
Sementara itu, untuk mengatur letak gigi yang tidak merata, terdapat sejumlah terapi seperti pemakaian removable appliance untuk kasus-kasus sederhana tanpa diskrepansi rahang, alat fungsional appliance untuk kasus dengan diskrepansi pada masa tumbuh kembang,, atau alat fixed appliance (modifikasi dengan alat ekstra oral). Perawatan lanjutan bisa dilakukan setelah alat fungsional.
Bagaimana dengan penanganan infeksi odontogenik? Drg. Ahmed menjelaskan bahwa infeksi seperti abses harus diatasi dengan intervensi bedah, yaitu mengeluarkan nanah/produk infeksi di kamar bedah dengan bius total.
"Untuk premature loss gigi susu, bisa dilakukan penanganan sedini mungkin terhadap proses karies," terang Drg. Ahmed. "Bila telah terjadi premature loss, dilakukan pemasangan space maintainer (menjaga ruang) terhadap benih gigi permanen yang akan tumbuh. Tapi jika sudah terjadi maloklusi gigi, maka harus dilakukan modifikasi pertumbuhan gigi permanen menggunakan alat ortodontik seperti kawat gigi."
Terkadang, kita abai bahwa gigi dan mulut merupakan bagian tubuh yang penting dipertahankan kebersihannya. Melalui organ yang satu ini, berbagai kuman dapat masuk dan menyerang kesehatan. Disamping itu, mulut adalah cermin dari kesehatan gigi.
Oleh karena itu, orangtua perlu melakukan upaya pencegahan dini dengan mengajarkan anak-anak cara menyikat gigi yang benar serta mengawasi mereka setidaknya sampai berusia 8 tahun. Jika kedua orangtua bekerja, maka pastikan pengasuh anak juga diberikan edukasi tentang pentingnya melakukan pengarahan.
Kapan tindakan pencegahan dan penanganan dini mulai dilakukan? Setidaknya saat anak berusia 1 tahun. Segera setelah gigi pertama anak muncul, terapkan tindakan pencegahan kerusakan gigi dengan menggunakan sikat gigi, alat bantu interdental, sealant, dan fluor.
Selain itu, para orangtua dianjurkan untuk memperhatikan makanan serta kudapan anak mereka sehari-hari. Anak yang sejak dini belajar dengan baik dan benar cara menjaga kesehatan gigi niscaya tidak akan banyak mengalami masalah kesehatan gigi di kemudian hari.
Orangtua juga perlu membawa anak ke dokter gigi secara rutin untuk melakukan perawatan pencegahan dan segera melakukan penambalan gigi jika perlu, sehingga risiko masalah gigi dan komplikasinya dapat terdeteksi dan ditangani sedini mungkin.
Ingat, orangtua menjadi kunci utama pencegahan dan perawatan karies pada anak!
Komentar