Menjalani roda kehidupan di kota besar seperti Jakarta tidaklah mudah. Kerap kali kita harus menjalani beragam peran pada waktu bersamaan. Mari manfaatkan momen tahun ini untuk kembali menyeimbangkan hidup.
Jika Anda sering merasa bahwa 24 jam sehari tidak cukup untuk menuntaskan berbagai tugas dan tanggung jawab, Anda tak sendiri. Andapun mendapati diri sendiri sering kelelahan meski sudah tidur semalaman, atau timbul perasaan bersalah karena kurang cakap membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.
Berdasarkan survei yang dilakukan ManpowerGroup, kini semakin banyak profesional yang menjadikan keseimbangan hidup antara pekerjaan dan pribadi sebagai prioritas. Sekitar 45 persen responden berharap bahwa mereka bisa lebih membagi waktu dan tenaga untuk aspek lain dalam hidup, tak hanya soal bekerja.
Keseimbangan hidup memang sangat penting, seperti disampaikan oleh Alexandra Gabriella A., M.Psi., Psikolog, dari Smart Mind Center Consulting. Menurutnya, kerap kali orang hanya fokus bekerja namun kurang memperhatikan keharmonisan keluarga. Atau, karena terlalu lelah dan stres, maka orang kurang memperhatikan kesehatan sehingga jatuh sakit dan butuh biaya pengobatan yang mahal.
"Kalau sudah begini, bagaimana kita dapat menikmati hasil kerja keras selama ini?" ujar Alexandra.
Sebaliknya, jika memiliki keluarga yang hangat, maka saat pulang kerja masih bisa bercengkrama dengan keluarga, masih ada refreshing,niscaya ia pun lebih peduli pada kesehatannya. Kondisi fisik dan psikis yang sehat tentu akan mendukung performa kerja yang optimal, bukan?
Sementara itu, Monica Kumalasari, M.Psi.T.,dari MS Clinic,secara lebih rinci menjelaskan keberadaan 8 aspek dalam wheels of life atau roda kehidupan seseorang, yakni keluarga, sosial, spritual, finansial, kesehatan, rekreasi atau bisnis, dan pengembangan diri.
Prioritas dalam setiap periode kehidupan seseorang berbeda. Ketika ia masih dalam usia produktif, maka prioritasnya adalah karier, bukan relationship atau kesempatan. Ketika usia semakin bertambah, relationship yang tadinya tidak diprioritaskan pun menjadi penting.
"Boleh dicoba membuat value classification.Misalnya, saat usia produktif karier nomor satu, tetapi bukan berarti hal lain dikesampingkan, melainkan diseimbangkan," ujar Monica.
Sebab, jika hal lain dikesampingkan, lanjut Monica, maka akan berdampak buruk. Misalnya, prioritas pada karier tetapi jadi "lupa" untuk menikah, atau yang sudah menikah luput memberikan perhatian pada keluarga. Pada periode tertentu justru hal inilah yang tadinya dibawah, jadi prioritas nomor satu dan jadi sumber masalah.
"Bisa jadi tak kunjung menikah, atau anaknya gagal dalam pendidikan, pasangannya pindah ke lain hati. Begitu sudah menjadi masalah semua, keseimbangan akan terganggu, yang tadinya dibawah, lompat jadi nomor satu, yang nomor satu jadi kacau," Monica mengingatkan.
"Terkadang, orang mudah stres karena terlalu kaku pada pemikirannya, sehingga ketika rencana dan penilaiannya tidak sesuai dengan kenyataan, ia pun cemas atau bahkan frustasi," tukas Alexandra yang juga berpraktek di Mind and Behavior Clinic, Ciputra Medical Center, ini.
Kunci terhadap keseimbangan hidup ada pada manajemen waktu yang baik. Cobalah membuat timetable atau sebuah rencana dengan media yang konkret, bukan merencanakan di kepala saja. Niscaya, strategi ini akan membantu Anda dalam membagi waktu secara sistematis.
"Punya prioritas bukan berarti mengabaikan hal-hal lain yang dianggap tidak prioritas," tandas Monica mengingatkan. "Karena itu, buatlah daftar kegiatan harian. Misalnya dalam satu minggu atau satu bulan, kapan waktu untuk hubungan sosial, kapan untuk keluarga, dan kapan menyisihkan waktu untuk olahraga."
Alexandra sepakat. Menurutnya, manajemen waktu yang baik akan mendukung untuk lebih konsisten melakukan jadwal yang telah direncanakan. Misalnya, Senin sampai Kamis menjadi prioritas bagi pekerjaan atau pendidikan, Jumat untuk kepentingan pribadi, dan Sabtu dan Minggu prioritas keluarga.
"Ingat, prioritas disini bukan berarti suatu hal yang sama sekali tidak dapat diganggu gugat, namun sebagai struktur agar kita lebih mudah menyiasatinya," tegas Alexandra.
Milikilah gambaran konkret atas kesuksesan di setiap aspek kehidupan Anda, baik karier yang cemerlang, keluarga yang sukses, atau prestasi yang ingin dicapai. Dengan menentukan gambaran-gambaran tersebut, maka akan lebih mudah menentukan langkah untuk mencapainya.
Anda juga perlu terbuka terhadap hal-hal baru. Contohnya, terbuka terhadap kemajuan teknologi, lakukan rapat lewat video call sehingga menghemat waktu dan biaya transportasi. Manfaatkan waktu dan biaya tersebut untuk mengerjakan kepentingan lain.
Selain itu, kemampuan meregulasi stres juga penting untuk mewujudkan keseimbangan hidup. Kenalilah keterbatasan diri. Bila sudah merasa suntuk, tertekan, atau lelah, lakukanlah hal-hal yang menyenangkan. Layaknya komputer, tubuh dan pikiran pun harus di-refresh. Cobalah istirahat, relaksasi, meditasi, dan berdoa untuk mengistirahatkan pikiran dan tubuh.
"Tantangan dalam mencapai keseimbangan hidup datang dari tuntutan yang semakin besar, baik dari keluarga, atasan, lingkungan sosial, bahkan diri sendiri," tukas Alexandra.
Monica menambahkan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah sosial media yang begitu menyita waktu. Bahkan, ada penelitian yang mengungkap bahwa penggunaan gadget atau gawai untuk bermedia sosial mengurangi produktifitas sebanyak 20 persen.
Dalam sehari, tanpa disadari banyak waktu yang terbuang untuk berinteraksi di media sosial, baik sekedar baca atau intip percakapan di grup, tanpa terasa 30 menit bahkan lebih waktu terpakai. Padahal, 30 menit tersebut bisa digunakan untuk berolahraga. Pantaslah jika kita sering merasa 24 jam tidak pernah cukup!
"Gunakan gawai hanya untuk hal-hal penting seperti pekerjaan. Jika ingin gunakan media sosial, pilih waktu yang tepat dan pastikan tidak terlalu banyak atau terlalu sering," Monica mengingatkan.
Dengan gawai, orang juga merasa tidak perlu datang ke suatu tempat karena semua dilakukan secara online.Padahal, manusia perlu bergerak, beraktivitas, dan bertemu dengan orang lain. Di satu sisi, gawai menyempurnakan hidup, tapi di sisi lain meniadakan hal-hal yang harusnya jadi seimbang.
Pesan dari Monica: mulailah sejak dini menyeimbangkan semua aspek kehidupan. Dulu saat kanak-kanak, dunia kita isinya bermain, tetapi tidak 24 jam karena ada kegiatan lain seperti belajar, makan, dan istirahat.
Alexandra mengingatkan, merencanakan masa depan yang lebih baik memang harus dilakukan, namun tetap ingat untuk memanfaatkan dan menikmati kebahagiaan hidup saat ini.
Umumnya, orang-orang yang hidupnya seimbang bisa menjalankan aktivitasnya sehari-hari dengan yakin. Jarang ada keraguan dari hati kecil karena ia mampu membuat keputusan secara mantap. Orang yang hidupnya seimbang juga lebih menghargai kehidupannya karena ia senantiasa menjalankan semua aktivitasnya dengan sukacita.
Selamat mewujudkan keseimbangan hidup!
Komentar