Dulu, bergosip dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kini, era digital memberi platform baru bagi kegemaran bergosip.
Lambe Turah. Apakah Anda akrab dengan nama ini?
Akun Instagram lokal dengan jumlah follower fantastis ini (4,3 juta!) telah menjadi "rujukan" berita selebriti dan tokoh tanah air. Eksistensi Lambe Turah tak hanya dianggap paling berpengaruh, tapi juga mengungkap kegemaran masyarakat kita akan gosip.
Faktanya, sejak dulu rating program gosip di televisi selalu tinggi. Berita terkini dari kehidupan selebriti senantiasa menjadi obrolan seru di kantor, di rumah, di mana saja. Tanpa disadari, gosip telah menjadi rutinitas masyarakat kita.
Ini yang dipaparkan Dian Agustine Nuriman., S.Ikom., Founder and Communications Expert NAGARU Communications, staf pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
Dian menyatakan, sebenarnya mudah untuk mendeteksi apakah suatu informasi merupakan gosip atau fakta.
Caranya? Ketika informasi seseorang bukan langsung dari sumbernya, atau dalam kalimat terdapat istilah "katanya" atau "sepertinya", maka informasi tersebut bisa jadi adalah gosip.
"Umumnya, komunikator pertama yang menyampaikan informasi ini hanya mendengar, menduga, memprediksi, atau bahkan berspekulasi saja atas sedikit informasi yang diterimanya," tandas Dian.
Ini membuat informasi tersebut dapat berkembang menjadi sebuah gosip, terutama ketika mendapatkan tanggapan yang menghasilkan berbagai opini, lalu berbagai opini tersebut dijadikan sumber informasi baru atau gosip baru.
Definisi serupa ditegaskan Eko A. Meinarno, S.Psi., M.Si, staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Menurut Eko, gosip merupakan aktivitas membicarakan pihak ketiga tanpa kehadirannya. Ada tiga ciri gosip: Pertama, pihak yang dibicarakan tidak hadir dalam perbincangan yang sedang berlangsung. Kedua, isi utamanya penilaian bersifat negatif maupun positif. Ketiga, pentingnya faktor situasional dalam percakapan.
"Gosip digemari bukan karena enak, tapi justru karena gosip mempunyai empat fungsi sosial, yaitu sebagai informasi, hiburan, dan pengaruh," papar Eko.
Sebagai mekanisme pertukaran informasi, gosip sering kali dianggap sebagai alat efisien dan eksklusif dalam mengumpulkan dan menyebarkan informasi. Melalui gosip, seseorang akan mendapatkan gambaran umum mengenai lingkungan sosialnya.
"Sejumlah peneliti mengungkap bahwa masyarakat bergosip untuk mendapatkan kesenangan belaka, bukan untuk tujuan tertentu. Kesenangan inilah yang membuat orang nyaman terlibat dalam percakapan yang mengandung gosip," jelas Eko.
Fungsi hiburan inilah yang mendorong media massa mengangkat tema gosip sebagai porsi utama tayangan atau artikelnya. Fungsi lain adalah merekatkan tali persahabatan dan ikatan dalam kelompok yang lebih luas.
Melalui gosip, akan tercipta pertukaran informasi yang kemudian menjadi norma bersama, lalu menciptakan batasan yang jelas antara ingroup dan outgroup. Pertukaran gosip merupakan tanda bahwa telah terjalin lingkaran kepercayaan antara penggosip dengan penggemar, sehingga ikatan kelompok akan meningkat.
Terakhir, sebagai alat untuk menyebarkan pengaruh di dalam masyarakat. Gosip biasa digunakan sebagai hukuman sosial bagi orang-orang yang melanggar norma dan ketentuan masyarakat setempat.
Selain itu, faktor kebudayaan pun ikut andil. Masyarakat yang mengandalkan perbincangan atau bertutur sangat mungkin mengandalkan gosip untuk fungsi gosip tersebut.
"Sedari dulu, salah satu kekuatan yang belum berubah dari masyarakat kita adalah bersilaturahmi dan berkumpul, yang menjadikan sarana paling efektif bagi masyarakat untuk bergosip," tegas Dian.
"Bahkan tidak perlu berkelompok, cukup melakukan komunikasi interpersonal yaitu komunikasi timbal balik antar dua orang sudah dapat bergosip dengan membicarakan seseorang yang mungkin disukai atau tidak disukai," lanjutnya.
Menurut Dian, faktor paling utama di sini adalah rasa ingin tahu yang begitu besar, sehingga orang sering kali mencari informasi dari berbagai sumber, lalu membicarakannya.
Terkadang, untuk menimbulkan suasana yang menegangkan atau kondisi yang "hidup" dalam komunikasi, dilemparkanlah berita negatif yang menggemparkan tentang seseorang untuk dijadikan bahan gosip.
Ini ditambah sifat masyarakat yang selalu antusias menanggapi berita negatif. Ada yang mengomentari dengan negatif pula, ada yang mengira-ngira apa penyebabnya, ada juga yang menambahkan informasi lain sehingga gosip itu berkembang, lalu melahirkan gosip-gosip lain.
Berbeda, misalnya, dengan budaya masyarakat Jepang yang cenderung sangat tertutup dan individualis, serta fokus pada urusan masing-masing, dengan tujuan bagaimana agar mereka selalu menciptakan inovasi baru yang dapat bersaing dengan negara maju lain. Ini tentu kontras dengan masyarakat kita.
Eko sendiri pernah melakukan studi tentang pola gosip pada 2011. Bersama tim, ia merekrut 250 remaja dan dewasa muda (17-33 tahun) yang terdiri dari 125 lelaki dan 125 perempuan. Eko mendapati bahwa fungsi gosip paling kuat adalah untuk hiburan dan pertemanan.
Eko juga menemukan bahwa mereka yang berusia lebih tua menggunakan gosip sebagai sumber informasi dibandingkan untuk hiburan. Sementara itu, remaja perempuan memiliki skor tinggi untuk seluruh fungsi gosip.
Fakta bahwa acara gosip masih menjadi pemilik rating tertinggi di televisi dilihat Eko sebagai tanda bahwa gosip menjadi komoditas yang "enak dibicarakan".
"Fungsi gosip telah bergerak ke arah hiburan ketimbang ketiga fungsi lain. Patut diingat bahwa televisi adalah sarana hiburan dan informasi, sehingga gosip menjadi lebih kuat ketika tayang di televisi. Bahkan mungkin ada pola yang memposisikan gosip seakan menjadi sumber informasi. Tentu hal ini menjadi unik," ungkapnya.
Tak hanya televisi. Kini, media digital pun jadi salah satu sumber gosip paling dicari. Apa bedanya? Pada media TV, informasi gosip hanya dilakukan dengan komunikasi satu arah sehingga audience hanya dapat menerima, tanpa dapat memberikan umpan balik secara langsung.
Sebaliknya, pada gosip di media sosial, pembagian informasi dilakukan secara dua arah. Para audience bisa langsung berkomentar, lalu akan ada feedback lagi dari yang lain, begitu seterusnya. Ini yang membuat akun gosip di media sosial digandrungi.
Baik Dian maupun Eko mengingatkan kita untuk menjaga diri agar tidak ikut arus menjadi penikmat gosip.
"Banyaklah membaca. Ini terdengar klise, tapi membaca terbukti menjadi fondasi dasar bagi cara seseorang berpikir," tandas Eko. "Atau, Anda bisa juga mengandalkan koran maupun berita televisi yang bereputasi."
Pada intinya, Eko menegaskan agar kita membiasakan diri untuk selalu mencari informasi yang benar. "Tetaplah cerdas, membacalah dari sumber utama, konfirmasi juga dengan sumber utama," pungkasnya.
Sementara itu, Dian mengingatkan bahwa dengan menikmati gosip, tanpa disadari kita telah menghabiskan banyak waktu dengan mengikuti kehidupan orang lain yang tidak berdampak apa pun pada kehidupan kita.
Karena itu, biasakan untuk menahan diri agar tidak menjadi orang yang memulai atau menggelontorkan suatu gosip sebagai bahan pembicaraan, juga untuk tidak mengomentari apa pun bila mendengar atau membaca sesuatu yang bersifat gosip.
"Jadilah individu yang produktif. Cobalah untuk menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan positif yang menghasilkan sesuatu yang positif pula. Habiskan waktu dengan fokus untuk kemajuan diri dan keluarga serta bermanfaat bagi orang lain," pungkas Dian.
Komentar