Bisakah Manusia Berubah Secara Ekstrem?


Bisakah manusia berubah secara ekstrem? Bisa! Menjadi lebih baik atau lebih buruk, itu pilihan Anda.

Dalam suatu acara reuni SMA lulusan tahun 1990 para alumnus - yang rata-rata sudah berusia 40an- dibuat tercengang oleh penampilan dua orang wanita. Yang pertama adalah Maurine, yang malam itu tampil paling gemerlap dan seksi dengan gaun panjang backless yang memperlihatkan punggungnya yang masih kencang dan mulus.

Wajahnya juga tak kalah mulus, putih kemerahan seperti kulit bayi, dengan rambut dicat semi pirang, tergerai lurus halus dengan model geisha. Bola matanya dilapisi contact lens warna kehijauan, dipayungi bulu mata tebal dan lentik hasil extention. Saat tertawa, bibirnya tampak sensual, terbalut lipstik warna nude. Sukses berbisnis perhiasan, Maurine sering diundang ke berbagai pesta kaum sosialita.

Wanita kedua adalah Sarifah atau Sari. Sikapnya yang ramah tidak bisa menutupi aura wibawa dan rasa percaya diri yang memancar kuat dari wajah, penampilan, dan setiap detail body language-nya. Maklum, ia kini menduduki posisi direktur jenderal di sebuah kementerian.

"Apa bener itu Maurine dan Sari?" begitulah bisik-bisik di kalangan peserta reuni. Ada rasa takjub, tak percaya, dan mungkin iri melihat penampilan kedua wanita itu.

Rasa takjub dan heran itu dimaklumi. Soalnya, ketika di SMA dulu, Maurine dan Sari hanyalah gadis 'biasa-biasa saja', yang dipandang sebelah mata dan mudah dilupakan oleh siapapun. Maurine yang berambut keriwil, berkulit sawo matang, jerawatan, dan cenderung gelap, kerap terlihat minder bila harus berjalan berdampingan dengan bunga-bunga sekolah yang cantik, langsing, lincah, dan sadar mode.

Adapun Sari lebih banyak bergabung dengan 'geng gadis jujur', yaitu gadis-gadis yang rajin belajar dan tak pernah berani melanggar peraturan sekolah. Otaknya lumayan encer, meski tidak pernah masuk peringkat 10 besar. Namun ia termasuk gadis yang tekun dan mau bekerja keras.


Trauma hingga cobaan hidup

Sosok Maurine mengingatkan kita pada Malinda Dee, yang beberapa tahun lalu bikin heboh setelah ia ketahuan menilap uang para nasabahnya di Citibank hingga puluhan milyar rupiah. Dari cerita di berbagai media, mantan teman-teman sekelasnya di SMA 6 Jakarta nyaris tidak ingat sosok Malinda saat masih sekolah, saking 'biasa-biasa' saja. Tidak cantik, tidak seksi, tidak pula pintar, sehingga tidak melekat dalam ingatan mereka. Kini sosok Malinda berubah nyaris 180 derajat; menjadi cantik jelita, seksi, modis, dan super kaya.

Apakah manusia bisa berubah drastis seperti halnya Maurine, Sari, juga Malinda? Menurut Ratih Ibrahim, psikolog dari Personal Growth, sifat dasar atau karakter manusia sebetulnya tak akan berubah karena sudah terbentuk dari bawaan lahir dan pembelajaran hidup. Tak bisa dinilai positif atau negatif, yang jelas pemiliknya merasa paling nyaman di dalamnya.

Sebagai contoh, seorang yang dikategorikan introvert pada dasarnya tak banyak bicara. Meskipun pada saat-saat tertentu ia bisa saja fasih bicara - misalnya saat presentasi di kantor. Ketika kembali ke rumah, biasanya ia akan kembali ke sifat aslinya yang pendiam. Sebaliknya, seseorang yang ekstovert, biasanya periang, mudah bergaul dan senang ngobrol. Kemungkinan besar ia akan stres berat bila diharuskan duduk manis dan tutup mulut selama lebih dari satu jam.

Yang masih bisa berubah atau diubah adalah kemasan luar, sikap, dan cara berpikir kita. Lantas, mengapa seseorang memutuskan untuk berubah atau mengubah dirinya? Ratih mengungkapkan, ada banyak faktor yang mendorong seseorang menuju perubahan itu. Antara lain:

1. Pengalaman buruk di masa lalu yang terus menghantui.
Dalam hal ini termasuk rasa dendam, iri, atau sakit hati yang sebelumnya hanya bisa Anda pendam sendiri di dalam hati. Misalnya, saat duduk di SMA, ketika Anda naksir seorang pria teman sekelas yang tampan dan pintar, sang pria ternyata lebih memilih teman Anda yang cantik dan lincah, ketimbang Anda yang cerdas tapi berpenampilan fisik biasa-biasa saja. Atau diam-diam Anda menyimpan rasa iri melihat teman-teman sekelas memakai sepatu dan tas bermerek ke sekolah. Anda ingin sekali memiliki semua barang mahal itu agar 'diakui' sebagai bagian dari geng populer di sekolah, tapi apa daya, orangtua Anda berekonomi pas-pasan. Semua rasa tidak puas dan sakit hati itu lantas melekat di hati Anda, sehingga menimbulkan rasa 'dendam'. Anda jadi terpacu untuk membuktikan diri bahwa suatu hari nanti Anda bukan lagi 'anak itik buruk rupa' atau 'anak miskin' yang tidak diperhatikan siapapun.

2. Obsesi.
Mungkin ketika kecil Anda terkagum-kagum melihat tante Anda - yang bekerja sebagai pramugari - sering wira-wiri ke luar negeri, sementara Anda sendiri ke luar kota saja jarang. Atau, Anda sering membaca kisah perjuangan hidup tokoh-tokoh terkenal dengan segala kehebatannya - berikut cara mereka meraih semua impian mereka - yang membuat Anda terkagum-kagum dan terinspirasi. Rasa kagum itulah yang akhirnya menimbulkan dorongan untuk melakukan perubahan dalam diri Anda dan mulai meraih mimpi-mimpi Anda.

3. Cobaan hidup.
Sejak kecil hingga menikah beberapa tahun, hidup Anda bak putri raja. Orangtua berada, suami penuh perhatian, keuangan mantap, karir lancar. Namun, ketika anak-anak lepas balita, suami Anda lumpuh total akibat suatu kecelakaan. Karena orangtua sudah meninggal, Anda harus turun tangan sendiri mengatasi berbagai masalah kehidupan, mulai dari mencari nafkah untuk keluarga, mendidik anak-anak, merawat suami, hingga mencari cara untuk menghibur diri sendiri. Semua cobaan itu perlahan-lahan mengubah diri Anda, dari semula putri raja yang manja menjadi wanita yang tegar dan tangguh.


Breakthrough di saat yang tepat

Ketiga faktor di atas bisa memberi pengaruh yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, akan membuat mereka terdorong bahkan terpacu untuk berubah ke arah yang positif. Tapi bagi sebagian lagi justru ke arah sebaliknya. Misalnya, mereka malah menjadi frustasi, apatis. Atau, terdorong untuk meraih kekayaan dengan cara instan meskipun harus melanggar hukum dan moral.

"Dalam hal ini, kepribadian seseorang serta pengaruh dari lingkungan sekitar sangat menentukan. Bila pada dasarnya ia berkepribadian kuat dan mendapat dukungan positif dari lingkungan, maka dia akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, tangguh, dan siap menghadapi berbagai halangan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sebaliknya, bila kepribadiannya lemah dan lingkungan sekitar menjuruskannya ke arah negatif, maka dia akan berubah ke arah negatif," papar Ratih.

Untuk melakukan perubahan itu-terlepas dari ke arah positif atau negatif-dibutuhkan sebuah breakthrough atau pendobrakan. "Biasanya breakthrough terjadi di masa remaja atau dewasa muda. Di periode kita sedang sensitif-sensitifnya terhadap kondisi diri sendiri. Namun, sesungguhnya breakthrough bisa dilakukan kapan saja, di usia berapa pun, sejauh dorongan itu berasal dari dalam diri sendiri. Dengan kata lain, tidak ada kata terlambat untuk mengubah diri dan menggapai mimpi yang selama ini belum kesampaian."

Ratih mencontohkan dirinya sendiri. Ia mengaku baru melakukan breakthrough setelah berusia 40 tahun. Sebelumnya ia 'hanya' seorang ibu rumah tangga dengan latar belakang sarjana psikologi. "Setelah anak-anak besar, saya merasakan dorongan yang sangat kuat untuk melakukan sesuatu yang lebih berarti, setidaknya bagi diri saya sendiri," paparnya.

Langkah pertama yang dilakukannya adalah sekolah lagi, termasuk mengambil berbagai kursus dan pelatihan yang akan mendukung langkahnya untuk menjadi seorang psikolog profesional. Kini, di usia di atas 40, Ratih Ibrahim adalah salah seorang psikolog terkenal di Indonesia.


Komentar