Munggahan, Tradisi Menanti Ramadhan di Jawa Barat



Orang Jawa Barat yang sebagian besar termasuk dalam suku Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dengan suku lain, baik dari tekstur wajah, gaya bicara maupun sifat.

Leluhur Sunda yang dikenal memiliki watak lembut, mewariskan sifat-sifat yang melekat dalam diri orang Sunda dan menjadi keunikan tersendiri ketika mereka berbaur dengan masyarakat lainnya.

Salah satu karakter yang dipunyai orang Sunda adalah sifatnya yang ramah, sopan dan pastinya murah senyum. Mereka ramah, sopan serta murah senyum kepada siapa saja, meskipun kadang pada orang yang belum dikenalnya.

Dalam diri orang Sunda ada filosofi "Someah Hade ka Semah" yang berarti ramah, bersikap baik, menjaga, menjamu dan membahagiakan setiap tamu atau setiap orang.

Budaya dalam masyarakat Sunda menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan kesopanan. Itulah kenapa mereka dikenal murah hati dan baik terhadap sesama apalagi kepada orang yang lebih tua maupun yang belum dikenal.

Berkaitan dengan Ramadhan, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim memiliki berbagai tradisi untuk menyambut tibanya bulan Ramadhan, bulan yang penuh Rahmat dan Pengampunan.

Walaupun berbeda-beda cara masing-masing daerah dalam menyambut bulan suci, namun mereka mempunyai semangat yang sama. Salah satunya adalah tradisi Munggahan di daerah Jawa Barat.

Tradisi Munggahan biasanya dilakukan oleh keluarga dari tanah Sunda, dilakukan setiap tahun. Masyarakat Sunda di Jawa Barat memanfaatkan momen seminggu atau dua minggu sebelum bulan suci untuk berkumpul bersama orang-orang terkasih. Bukan hanya bersama keluarga, Munggahan ini bisa juga dilaksanakan dengan teman-teman dan rekan kerja. Di dalam Munggahan biasanya ada satu momen untuk saling meminta maaf untuk mempersiapkan diri menuju bulan Ramadhan yang suci, penuh Rahmat dan Ampunan.

Makna Munggahan yang sesungguhnya

Selain persiapan fisik, kita pun harus memaksimalkan persiapan Ruhiyah, sehingga masuk dalam bulan Ramadhan segalanya sudah siap dan tidak akan mengalami kekagetan ibadah yang pada akhirnya akan berujung kepada kebosanan dan formalitas belaka. Inilah makna Munggahan yang kedua dalam konteks Ruhiyah.

Kalau kita cermati, pengamal Munggahan ini hanya beberapa gelintir saja. Padahal Munggahan seperti ini dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Di antaranya dengan memperbanyak ibadah, seperti membaca Al Qur'an, saum sunnah, shalat sunnah, shalat berjamaah dan lain-lain. Bahkan Rasullullah SAW mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya'ban.

Seiring dengan perkembangan zaman Munggahan hanya diartikan sebagai makan-makan atau kumpul-kumpul bersama keluarga atau teman dalam menyambut bulan Ramadhan. Meski tradisi Munggahan mulai memudar, namun belum hilang secara keseluruhan, tapi dengan acara makan tersebut diharapkan bisa mempererat tali silaturahmi.

Banyak sekali makna penting yang harus dijalankan selama Munggahan ini, tidak hanya jasadiah dan Ruhiyah saja tetapi juga fikriyah, yang bermakna meningkatkan ilmu, khususnya pengetahuan yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilkan, kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi ilmu yang cukup.


Komentar