Lakukanlah Terapi Infertilitas Sesuai dengan Penyebabnya



Tak hanya kaum Hawa, kaum Adam pun berisiko mengalami infertilitas. Penyebabnya beragam, dari gangguan hormonal, masalah fisik dan psikologis, sampai paparan di tempat kerja.

Tidak dapat dipungkiri, permasalahan infertilitas merupakan isu sensitif yang sering kali membuat orang enggan membahasnya. Ini tak lepas dari aspek kesuburan yang secara umum mencerminkan status kesehatan seseorang.

Bicara kesuburan, Dr. Sigit Solichin, Sp.U, dari Klinik Urologi RSU Bunda mengungkapkan bahwa saat ini diperkirakan ada 15 persen pasangan di dunia yang masuk dalam kategori infertil.

Artinya? Mereka tidak dapat memiliki keturunan secara alamiah meski rutin berhubungan seks tanpa pengaman, setidaknya dalam waktu satu tahun atau lebih. Lebih dari 50 persen kasus infertilitas berasal dari faktor pria.

Infertilitas pada pria merupakan proses yang kompleks. Penyebabnya juga beragam.

Salah satu pemicu utama infertilitas pria adalah varikokel, yaitu pelebaran pembuluh darah vena di testikel. Varikokel menyebabkan kualitas sperma yang diproduksi cacat atau tidak berkualitas.

Penyebab varikokel sendiri sampai saat ini tidak jelas. Namun, kondisi ini diduga ada kaitannya dengan regulasi pengaturan suhu pada testikel yang mengalami gangguan.

Infeksi juga memengaruhi produksi dan kualitas sperma, atau menyebabkan penyumbatan pada saluran sperma. Misalnya, peradangan pada epididimis (epididimitis), infeksi pada testikel (orsitis), atau penyakit menular seksual.

"Beberapa infeksi dapat menyebabkan kerusakan testikel permanen, namun pada sebagian besar kasus, spermanya masih dapat diselamatkan," ujar Dr. Sigit.

Penyebab lain infertilitas pria sangat beragam, seperti gangguan antibodi, di mana antibodi menyerang sperma karena dianggap benda asing.

Ada pula tumor pada organ reproduksi pria, gangguan keseimbangan hormon, atau kelainan bawaan di mana testikel yang tidak turun ke skrotum tetapi tetap berada di rongga perut, atau gangguan kromosom pada sperma.

Dr. Sigit juga mensinyalir beberapa gaya hidup tidak sehat dapat berimbas negatif terhadap kesuburan pria. Misalnya? Merokok, yang secara signifikan dapat menurunkan jumlah sperma dan motilitas sperma. Begitu pula konsumsi alkohol dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama serta penggunaan steroid anabolik, yang juga dapat memengaruhi kesuburan pria.

"Bahkan olahraga berlebihan pun dapat menghasilkan hormon adrenalin berlebihan yang menyebabkan defisiensi testosteron yang berujung pada infertilitas," tandas Dr. Sigit.

Pilihan pekerjaan juga tidak disadari dapat menyebabkan infertilitas, ungkap Dr. Kasyunil Kamal, MS, Sp.OK, staf pengajar Program Studi Magister Kedokteran Kerja, FKUI/RSCM.

"Berbagai pajanan di tempat kerja berpotensi menyebabkan infertilitas. Namun, diagnosis kulit ditegakkan karena pemahaman yang kurang dan baru disadari berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian," jelas Dr. Kamal.

Pajanan dan efek yang mungkin ditimbulkan di lokasi pekerjaan ini di antaranya adalah paparan panas yang berpotensi menurunkan jumlah sperma, motilitas (kecepatan gerak), dan perubahan bentuk sperma.

"Radiasi di tempat kerja, seperti radiasi pengion atau radiasi yang bermuatan listrik, juga diketahui dapat menyebabkan ketiadaan sperma dalam cairan semen, atau azoospermia," Dr. Kasyunil mengingatkan.

Bahkan, radiasi non-pengion atau radiasi elektromagnetik dengan energi rendah, seperti inframerah dan gelombang mikro, dapat juga menurunkan jumlah dan motilitas sperma. Misalnya, microwave dan medan elektromagnetik.

Selain itu, paparan logam seperti Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Cadmium (CD), Boron (Bo) dan zat kimia seperti pestisida dan zat pelarut seperti karbon disulfide dan glycol dapat mengubah morfologi sperma, penurunan jumlah sperma, motilitas, dan penurunan volume semen.

Melihat ragam penyebab ini, maka pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana dokter menemukan penyebab infertilitas pada seorang pasien?

Selain pemeriksaan secara menyeluruh, ada pula tes yang lebih spesifik. Gangguan pada skrotum, misalnya, dapat dideteksi dengan USG untuk melihat kemungkinan verikokel atau masalah lainnya pada testikel.

Tes hormonal juga diperlukan melalui pemeriksaan darah. Sementara itu, masalah ejakulasi retrograde dapat didiagnosis dengan memeriksa urin pasca-ejakulasi, untuk melihat apakah mengandung sperma atau tidak.

Jika belum ditemukan penyebabnya, maka pemeriksaan dilanjutkan ke tingkat genetik, terutama jika jumlah sperma sangat sedikit. Saat ini, sudah tersedia tes khusus analisis sperma untuk melihat apakah gerakan sperma cukup cepat, atau seberapa bagus sperma bertahan setelah ejakulasi, seberapa kuat mampu memenetrasi sel telur, dan apakah ada gangguan dalam penetrasi.

Terapi untuk infertilitas pada pria dilakukan sesuai penyebabnya.

Untuk kasus verikokel atau penyumbatan saluran sperma, misalnya, dapat dilakukan pembedahan. Sementara itu, untuk kasus tidak ditemukan sperma pada ejakulat karena sumbatan, maka dokter bisa memindahkan sperma dari testikel ke epididimis (saluran berkelok-kelok di dalam skrotum) menggunakan teknis khusus.

Untuk kasus infeksi, tentu harus disembuhkan infeksinya, meski kadang ini tidak selalu dapat mengembalikan kesuburan. Gangguan seks juga turut diatasi dengan obat atau konseling, dan gangguan hormon diterapi dengan terapi hormon pengganti.

Jika memang tidak memungkinkan dilakukan terapi untuk menghadirkan kehamilan secara alamiah, maka langkah terakhir adalah teknik reproduksi berbantu, seperti inseminasi dan bayi tabung. Pada dasarnya, teknologi kedokteran saat ini memungkinkan infertilitas pria untuk ditangani.

Meski demikian, para pakar tetap menyarankan agar kaum pria melakukan pencegahan dengan menghindari faktor risiko infertilitas. Misalnya, berhenti merokok, membatasi konsumsi alkohol, tidak sembarang mengonsumsi obat, serta menjaga berat badan ideal.


Komentar