Kita kerap mendengar istilah "anak indigo". Namun, mungkin tak banyak yang memahami makna di balik label tersebut.
Apa sih, yang dimaksud dengan indigo?
Ternyata, indigo adalah istilah dalam bahasa Spanyol yang berarti warna biru keunguan. Memang, anak indigo dilambangkan dengan warna nila, yang terbentuk karena perpaduan biru dan ungu.
Menurut Kol. (Purn.) Dr. H. Tb. Erwin Kusuma, Sp.KJ(K), psikiater anak dari Pro V Clinic, warna nila ini tampak dari aura atau foto jiwa si anak. Aura biru melambangkan rasio atau nalar, sedangkan ungu melambangkan spiritualitas.
"Kombinasi inilah yang menjelaskan mengapa anak indigo memiliki dua atribut utama, yakni kecerdasan dan kemampuan spiritual yang tinggi," jelas Dr. Erwin.
Mungkin Anda bertanya-tanya, di mana posisi anak indigo dalam dunia psikologi.
Feka Angge Pramita, M.Psi., Psikolog, di Klinik Anakku Kelapa Gading, mengungkapkan bahwa saat ini indigo masih dianggap pseudoscience. Artinya, secara ilmiah belum terbukti dan belum ada penelitian kuat yang mendukung dasar teori.
"Berdasarkan pengalaman saya, umumnya anak-anak yang dianggap indigo memiliki masalah dengan perkembangan mereka, misalnya memiliki gejala autism spectrum disorder," jelas Feka.
"Namun, saya tidak bisa memaparkan lebih jauh mengenai anak indigo, karena dalam ilmu psikologi hal ini juga belum terbukti secara ilmiah," tandas Feka.
Dr. Erwin memaparkan lebih jauh bahwa anak indigo berbeda dengan anak hiperaktif, yang dikenal dengan istilah ADD/ADHD, dengan ciri tak bisa diam dan sulit berkonsentrasi.
"Sebaiknya, anak indigo justru selalu cepat melakukan sesuatu, lalu beranjak pada kegiatan lain. Inilah yang dianggap orang seolah-olah anak indigo itu mirip anak hiperaktif," jelas Dr. Erwin.
"Anak indigo memiliki perilaku tidak merusak, berbeda dengan anak hiperaktif yang cenderung destruktif," lanjutnya. "Kalau ADHD dianggap penyakit, indigo tidak."
Dia menyarankan kepada orangtua yang bertanya-tanya tentang kondisi anaknya dan ingin tahu lebih jauh tentang indigo agar datang ke psikiater anak yang khusus menangani masalah indigo. Mereka memiliki parameter khusus yang digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Indigo tidak lepas dari sebuah generasi yang lahir di muka Bumi.
Menurut Dr. Erwin, generasi indigo mulai muncul sekitar tahun 2000 atau memasuki era milenium. Hal ini tak lepas dari sebuah proses evolusi manusia. Indigo sendiri bukan keturunan, tapi bisa terjadi lebih dari satu orang di dalam riwayat keluarga.
"Ketajaman setiap anak indigo juga berbeda. Ada yang tipe interdimensional, yaitu yang bisa melihat makhluk halus, atau tahu ada apa di dalam tubuh dan pikiran seseorang," kata Dr. Erwin.
"Ada yang sisi humanisnya melampaui rata-rata, seperti Mother Teresa, atau filsuf yang merancang konsep-konsep kehidupan. Ada pula yang punya jiwa seni luar biasa dan menghasilkan karya yang indah," ujarnya.
Menurutnya, ada orangtua yang berharap anaknya indigo, begitu pula sebaliknya, ada yang tidak ingin anaknya tergolong indigo. Padahal, ini adalah kemampuan yang sudah terberi pada sebuah generasi.
Salah satu ciri anak indigo, menurut Dr. Erwin, adalah saat anak melampaui kemampuan teman-teman seusianya.
Misalnya, anak usia 3 tahun yang sudah lancar bicara dan bijaksana, bahkan bisa menasihati orangtua. Atau, ketika orangtuanya bertengkar, dia bisa menengahi. Secara akademis, anak indigo juga relatif cerdas dengan IQ rerata 120.
"Perbedaan anak indigo dengan anak yang memiliki masalah tumbuh kembang secara psikologis, seperti hiperaktif dan autisme, dapat dilihat dari cara mereka berinteraksi," ujar Dr. Erwin.
Bukannya si indigo ini tidak mau bergaul, hanya saja dia lebih selektif. Anak indigo merasa lebih cocok berinteraksi dengan orang yang lebih rasional dan lebih dewasa, dan umumnya ini tidak ditemukan di lingkungan pergaulan seusianya.
Jadi, kendati secara fisik masih anak-anak, jiwa si indigo sudah lebih dewasa. Inilah yang kadang menimbulkan masalah dalam berinteraksi, baik dengan teman sebaya maupun guru.
Dr. Erwin mengingatkan bahwa kita perlu memahami anak indigo agar tidak salah persepsi dan dapat memperlakukan mereka dengan benar.
"Tidak sedikit anak indigo yang justru kerap di-bully. Atau, jika ada anak yang bisa melihat makhluk halus maka langsung dianggap indigo, padahal tidak selamanya demikian," kata Dr. Erwin.
"Anak indigo harus diperlakukan dengan tepat. Terkadang dia protes terhadap sesuatu yang menurutnya tak masuk akal, misalnya di sekolah, tapi respons yang diterima adalah anak dicap membangkang, sulit diatur, dan anti sosial," ujar Dr. Erwin. "Padahal, si anak hanya menyampaikan pola pikirnya yang memang melampaui teman seusianya."
"Sama seperti anak-anak lain, anak indigo akan mengerti jika diarahkan dengan tepat. Di sinilah peran orangtua dan para guru diharapkan, agar bisa menerima dan memahami kondisi anak indigo," tegas Dr. Erwin.
Dia menyarankan agar jika seseorang anak dinyatakan indigo, orangtua menyampaikan kepada pihak sekolah agar tidak salah merespons si anak. Komunikasi terbuka jauh lebih penting ketimbang menutupi atau bahkan "menghilangkan" hal tersebut.
"Perlakukan anak indigo dengan sewajarnya, jangan berlebihan maupun mengucilkan. Dukunglah anak senantiasa untuk tetap bisa tumbuh dan berkembang sesuai potensi maksimal," pungkas Dr. Erwin.
Komentar