Para ilmuwan masih terus menemukan berbagai spesies hewan baru. Sayangnya, hewan-hewan ini juga sedang terancam kepunahan.
Pertama-tama, mari kita pergi ke Peru.
Di sana, jauh di dalam Pui Pui Protected Forest, hutan yang berjarak dua hari perjalanan dari kota terdekat, para ilmuwan menemukan tiga katak kecil yang belum pernah diidentifikasi.
Tim yang dipimpin Edgar Lehr, ahli biologi di Illinois Wesleyan University, itu adalah ilmuwan pertama yang bisa menembus Pui Pui. Mereka menghabiskan waktu selama tiga bulan di dalam hutan, berharap menemukan amfibi dan reptil baru.
Upaya mereka tak sia-sia.
Dalam laporan yang dimuat di jurnal Zootaxa, tiga ekor amfibi baru yang hanya seukuran buah anggur ini diberi nama katak karet Pui Pui, katak karet Humboldt, dan katak karet penghuni bukit.
Sebelumnya, Lehr dan timnya juga pernah menemukan dua katak kecil baru yang lantas dinamai katak karet Attenborough dan katak karet Ashaninka. Mereka semua bergabung dengan 500 spesies katak yang sudah diketahui di dalam famili Craugastoridae.
Meski katak-katak baru ini tinggal di area yang dilindungi, mereka masih tak bebas dari ancaman, seperti kehilangan habitat dan perubahan iklim.
Di sisi lain Peru, Shirley Jennifer Serrano Rojas, ilmuwan lapangan senior di Crees Foundation, juga menemukan spesies baru.
Ketika Rojas merambah Manu Biosphere Reserve di kedalaman rimba Amazon, dia mendengar bunyi katak yang terdengar asing. Dia berhasil menemukan sumbernya: seekor katak hitam beracun dengan corak jingga terang.
Melalui analisis genetika dan evolusi, spesies baru itu diberi nama Ameerega shihuemoy
Para herpetolog tertarik pada katak beracun karena tidak seperti kebanyakan katak jantan yang pergi setelah betina bertelur, katak beracun jantan tetap tinggal dan menjaga telurnya.
Menurut Rojas, Manu Biosphere Reserve adalah suaka penting bagi katak dan sejumlah spesies lain. Ia yakin, masih banyak spesies katak beracun yang belum ditemukan, dan mereka bisa lenyap sebelum kita sempat mengenal mereka.
Kita tinggalkan para katak untuk menengok spesies baru di India.
Saat merambah gua dan hutan lebat di Satpura Tiger Reserve, pakar herpetologi Zeeshan A. Mirza melihat seekor kadal cokelat dengan bercak putih dan gelap di punggung. Reptil bertubuh kecil itu begitu gesit dan jago memanjat tebing-tebing curam. Dia juga pandai bersembunyi!
Karena itu, Mirza merasa beruntung bisa menangkap lima kadal tersebut dan membawa mereka ke laboratorium. Temuan yang lantas dijelaskan dalam jurnal Amphibion & Reptile Conservation ini mengungkap nama spesies baru tersebut: Hemidactylus chipkali.
Chipkali, yang dalam bahasa Hindi berarti kadal, memiliki kaki-kaki yang lebih ramping dari kerabat mereka, juga lebih sedikit lamellae - struktur pipih dan tipis yang membuat jari-jari kaki kadal bisa melekat.
Chipkali tidak ditemukan di luar suaka tersebut, dan meski tampaknya mereka tidak berada dalam bahaya, namun kadal ini bisa terancam oleh berbagai aktivitas manusia di sekitar habitatnya.
Masih banyak lagi spesies baru yang ditemukan.
Belum lama ini, World Wildlife Fund mengumumkan 163 spesies yang ditemukan di Sungai Mekong. Nama-nama mereka cukup fantastis, seperti ular pelangi, newt berkepala klingon, dan kadal agamid bertanduk.
Sebagai salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati paling kaya di Bumi, Sungai Mekong yang meliputi Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, dan Vietnam telah menyingkap nyaris 2.500 spesies baru selama 20 tahun terakhir.
Tak jauh dari situ, di Palung Mariana, di kedalaman 7.966 meter bawah laut, terdapat spesies ikan baru yang unik. Berukuran sepanjang cerutu, ikan mungil berwarna pink ini memiliki kulit tembus pandang. Ia diberi nama ikan siput Mariana, alias Pseudoliparis swirei.
Spesies ini tampaknya endemik di palung tersebut. Kamera dalam perangkat penyelam menemukan jumlah yang berlimpah, dengan ukuran telur cukup besar. Menurut ilmuwan, karena tekanan air yang sangat kuat, kemungkinan inilah satu-satunya spesies ikan di palung ini.
"Temuan spesies-spesies baru ini bukan kebetulan. Sering kali, kita hanya belum mencari dengan benar," kata David Blackburn, pakar herpetologi di Museum of Natural History, Florida.
Meski begitu, Blackburn menegaskan bahwa semua temuan ini sangat penting, karena klasifikasi resmi adalah langkah pertama dalam melindungi suatu spesies. Tanpa data yang tepat, kita tidak bisa melindungi apa yang perlu kita lindungi.
Komentar