Apa Peran Seorang Mentor di Kantor?

Keberadaan mentor dalam dunia kerja sangat penting sebagai sosok yang mengarahkan kita untuk maju. Sudahkah Anda memilikinya?

Beruntunglah bila Anda memiliki seseorang yang bersedia menjadi teman diskusi terkait urusan pekerjaan.

Bersamanya, Anda bisa mengobrol santai namun bermakna, dari diskusi ringan hingga serius, menimba ilmu dan menggali pengalaman. Inilah proses mentoring yang sesungguhnya.

Mentoring sendiri didefinisikan sebagai pendampingan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu skill atau pengalaman yang belum dimiliki, agar yang dimentori bisa lebih optimal dalam mencapai target atau tujuan yang sudah ditetapkan.

"Dalam karier seseorang, mentor berperan memberikan feedback terhadap hasil kerja berupa evaluasi," papar Liza Yudhita Widyastuti, M.Psi., Psikolog, dari Mandiri Consulting.

Kehadiran seorang mentor, tegas Erwin Halim, MBA, MM, dari Proverb Consulting, dibutuhkan sebagai salah satu sumber informasi bagi seseorang dalam berkarier.

"Sifatnya sangat individual dan perannya sebagai pendukung yang membantu dalam karier. Mentoring dibutuhkan ketika seseorang tidak sanggup lagi menghadapi atau menyelesaikan masalah, target, atau harapan yang cukup tinggi," tandas Erwin.

Mentoring tak hanya dibutuhkan oleh karyawan baru, tetapi juga para pekerja lama yang membutuhkan penyesuaian, terutama yang kinerjanya masih di bawah standar, begitu pula mereka yang akan dipromosikan.

Selain mentoring, ada pula coaching, di mana ada kebebasan dari pihak yang di-coach untuk melakukan semua yang mereka kerjakan. Namun, dalam mentoring, terdapat arahan lebih besar dari pihak mentor, sehingga intervensinya sangat besar dibandingkan seorang coach.

Siapa saja yang bisa menjadi mentor?

"Yang bisa didaulat menjadi mentor adalah atasan dalam tim kerja. Namun, tanpa punya jabatan pun, seseorang bisa jadi mentor, syaratnya adalah punya kemampuan yang lebih tinggi," ujar Liza. "Contoh, anak baru yang memiliki mentoring berupa rekan kerja yang sudah tiga tahun bergabung dengan perusahaan."

Sementara itu, Erwin menegaskan bahwa seorang mentor harus kompeten, baik seseorang yang sudah bersertifikat atau sudah sangat berpengalaman dalam bekerja maupun berbisnis.

"Seorang mentor harus mempunyai kemampuan dan kapabilitas agar mampu membimbing dan memberikan arahan yang tepat sesuai kondisi dan kebutuhan anak bimbingan," papar Erwin.

"Selain dari segi teknikal, aspek kepribadian juga penting. Begitu pula kecocokan berupa komunikasi yang nyambung. Ini tergantung dari kepribadian masing-masing," tambahnya.

"Kapasitas tugas seorang mentor adalah memberikan saran, pilihlah orang yang berpengalaman di bidangnya, juga memiliki kompetensi dan wawasan yang luas," tegas Erwin lagi.

Liza menyepakati. "Mentorship memang cocok-cocokan sesuai karakter masing-masing, karena ini tak lepas dari gaya komunikasi kedua pihak," paparnya.

Manfaat mentoring sendiri cukup banyak.

"Banyak hal yang bisa kita pelajari dan tiru dari seorang mentor, seperti persepsi yang berbeda, pengalaman dan pelajaran baru, termasuk mencari solusi bersama," ungkap Liza.

"Apalagi, terkadang teori dan praktik di tempat kerja berbeda. Dengan mendengarkan pengalaman orang lain, kita akan lebih dikuatkan, termasuk mengkonfirmasi temuan di lapangan," papar Liza.

Menurutnya, memiliki mentor berarti memiliki teman diskusi tentang langkah apa yang perlu dilakukan, keputusan apa yang mesti dihasilkan, serta masukan atau sudut pandang yang berbeda.

Jangan salah, sang mentor pun turut memetik manfaat.

"Melalui mentoring, dia belajar menjadi pendengar yang baik. Tanpa kemampuan ini, dia tidak akan bisa memberikan pandangan dan masukan yang tepat," ujar Liza. "Mentor juga mampu berkomunikasi sesuai bahasa mentee, alias orang yang dimentori."

Apalagi, tambah Liza, saat ini sedang digaungkan pentingnya knowledge sharing. Artinya, semakin banyak berbagi pengetahuan dan wawasan, semakin banyak pula seseorang belajar.

"Saat si mentee mengkonfirmasi satu hal kepada mentor, maka dia akan mendapat ilmu baru, sedangkan si mentor mendapat pengalaman yang 'kekinian' kalau ia berbeda generasi," ungkap Liza.

Erwin sependapat. "Ada manfaat tak terduga buat mentor, yakni wawasan yang semakin luas dalam menangani berbagai kasus dan belajar kreatif dalam membantu mencari solusi untuk orang lain," ujarnya.

"Semakin banyak jam terbang, kemampuan dan perspektif mentor pun semakin luas untuk menyelesaikan masalah," tandas Erwin.

Tidak bisa dipungkiri, kadang mentoring berujung pada ketergantungan.

"Dampak buruk ini mungkin saja terjadi untuk orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan memutuskan sesuatu," tandas Liza. "Karena bergantung inilah si mentee menjadi tidak mandiri dan tidak bisa mengambil keputusan.

" Tentu saja kondisi ini sangat tidak baik. Seharusnya, setelah dibimbing mentee akan menjadi lebih mandiri dan dapat melakukan sesuatu sesuai arahan dari mentor sejak awal," kata Liza.

Bila mentoring dilakukan berlebihan, maka akibatnya tak hanya ketergantungan, tetapi juga membatasi kreativitas mentee. Dia menjadi kurang percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki dan kurang kreatif tehadap apa yang harus dilakukan, sementara si mentor menjadi kurang fokus pada pekerjaannya sendiri.

Liza mengingatkan, apa yang dialami mentor belum tentu cocok dengan kondisi yang dialami si mentee, apalagi keduanya sangat berbeda generasi. Bisa jadi, apa yang dulu berlaku kini sudah berbeda.

Untuk mengantisipasi ini, perlu dipahami bahwa dalam mentorship, mentor hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan pengambil keputusan, bukan pula mengarahkan. Ini kembali pada tujuan awal, sebenarnya apa yang mau dicapai, dan apa saja yang dimiliki mentee sebagai modal pembelajaran.

"Selama orang itu mau belajar, dia akan tetap butuh mentoring. Mentorship akan terus dilakukan selama dia mau belajar dan tetap membutuhkan pihak atau sesuatu yang bisa menambah kompetensi dan produktivitas," ujar Liza.

Erwin menambahkan, "Jika seorang mentor punya niat baik, tentu dia akan membantu seseorang untuk mandiri, bukan bergantung pada si mentor."

"Di sisi lain, ada yang sengaja membuat mentoring berlangsung sampai jangka panjang, terlebih bila ini mentoring profesional, yang memang merupakan pekerjaan mentor dan dia mendapat bayaran khusus," tandas Erwin.

Terkait hal ini, Liza menegaskan ada kondisi-kondisi khusus yang memang butuh pendampingan jangka panjang. Misalnya, masa-masa adaptasi terhadap perubahan besar dalam perusahaan atau bisnis, atau saat ada perubahan paradigma atau pandangan baru.

"Itu pun bukan berarti setiap hari harus berkomunikasi dengan mentor, tapi dalam jangka panjang butuh bantuan mentor untuk kegiatan atau hal penting yang insidental," jelas Liza.

Kepuasan seorang mentor tentu terletak pada waktu dia mampu membantu bimbingannya menyelesaikan masalah, apalagi bila masalah tersebut menyangkut orang banyak.

"Ada pula kepuasan pribadi dan kepuasan batin yang tidak ternilai saat mentor berhasil memberikan konsultasi yang baik meskipun tidak dibayar," tandas Erwin. "Itu, sebabnya, mentor harus memiliki komitmen membantu dengan tulus sejak awal."

"Kebahagiaan seorang mentor tentu terjadi ketika si mentee menjadi orang yang berhasil sesuai harapannya. Sang mentor pun ibarat guru yang berhasil meluluskan muridnya," tegas Liza.

"Seberhasil apa pun dan setinggi apa pun pencapaian karier seseorang, hendaknya hubungan baik dengan sang mentor tetap dijaga. Bagaimana pun, mentor memiliki andil terhadap akses yang Anda raih," pungkas Liza.

Komentar